Bangka Barat – Aktivitas penambangan ilegal di Laut Keranggan-Tembelok yang berlangsung hampir dua bulan berakhir tanpa ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum (APH). Penutupan ini memicu kecurigaan terhadap adanya kolusi antara pihak terkait dan para mafia tambang. Hingga kini, aparat dari Polres Bangka Barat dan Polda Bangka Belitung belum menunjukkan langkah signifikan dalam menangani kasus ini.
Suhendar SH MM, praktisi hukum yang sering menangani kasus besar, menyamakan penutupan penambangan ini dengan akhir sebuah sinetron yang “sempurna”, tanpa ada penindakan tegas selama aktivitas tersebut berlangsung.
“Selama dua bulan aktivitas ilegal ini berjalan di depan mata tanpa penindakan. Mustahil jika dibilang tidak ada sesuatu di balik itu,” kata Suhendar.
Ia menambahkan, meskipun kegiatan penambangan telah dihentikan dengan imbauan dari APH yang didampingi TNI untuk menarik mundur peralatan tambang, tindakan tersebut dianggap terlambat. Menurutnya, keuntungan besar sudah diraup oleh para pelaku, sementara masyarakat hanya mendapat sedikit manfaat dari penambangan tersebut.
“Timah yang dihasilkan dihargai murah, hanya Rp. 60.000 per kilogram. Padahal aktivitas ini diklaim untuk memakmurkan masyarakat, tapi faktanya masyarakat hampir tidak mendapat apa-apa,” jelas Suhendar.
Suhendar juga mencurigai bahwa penutupan ini menguntungkan mafia tambang yang telah mengatur pembagian keuntungan dari aktivitas ilegal tersebut. Ia mendesak aparat untuk menyelidiki aktor-aktor intelektual di balik kegiatan ini, terutama jika mereka tidak terlibat secara langsung.
“Kami meminta Polres Bangka Barat dan Polda Babel untuk menyelidiki dan memeriksa aktor-aktor yang terlibat. Nama-nama mereka sudah jadi rahasia umum,” tegasnya.
Hingga kini, Polres Bangka Barat belum memberikan tanggapan lebih lanjut mengenai langkah lanjutan pasca penutupan kegiatan penambangan ilegal di perairan tersebut.
(T-APPI)